MAKALAH
Fisiologi Tumbuhan Lanjut
Pemanfaatan Metabolit Sekunder
Sebagai Pestisida Nabati Terhadap Larva Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah.
Dicky Frengky Hanas
1592261014
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOLOGI
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan
penyakit virulogis berbahaya karena dapat menimbulkan pendarahan shock yang
dapat menyebabkan kematian pada penderitanya. Virus penyakit demam berdarah
(DBD) dibantu penyebarannya oleh vector yaitu nyamuk. Ada beberapa jenis nyamuk
yang diketahiu menjai vektor penyakit demam berdarah (DBD) seperti : Aedes aegypti, A. albopictus, A. aobae,
A.cooki, A. halanssoni, A. polynesiensis, A. pseudoscutellaris dan A. rotumae, namun
untuk daerah Asia Tenggara dan Pasifik vektor utama penyebaran penyakit demam
berdarah (DBD) adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Dalam rangka menekan jumlah penderita
demam berdarah (DBD), berbagai upaya telah dilakukan untuk memutuskan mata
rantai penyebaran nyamuk Aedes aegypti sebagai
vector pembawa virus penyakit demam berdarah diantaranya pengendalian
lingkungan dan pengendalian kimia. Pengendalian lingkungan yaitu dengan
menguburkan barang-barang bekas yang dapat menampung air, menguras tempat
penampungan air dan menutup rapat tempat penampungan air sedangkan pengendalian
kimia yaitu dengan menggunakan insektisida kimia.
Penggunaan insektisida kimia memang
memberikan hasil yang efektif dan optimal, namun diketahui banyak memberikan
dampak negative yang ditimbulkan, baik terhadap organisme lain maupun
lingkungan sekitar. Menurut WHO kurang lebih 20.000 meninggal setiap tahun
diakibatkan keracunan pestisida kimia, selain itu juga berdampak fatal seperti
pemicu kanker, cacat tubuh bahkan kemandulan. Dampak lain diantaranya adalah
kematian musuh alami dari oerganisme pengganggu, kematian organisme
menguntungkan yang berakibat pada terganggunga kualitas dan kesetimbangan
lingkungan hidup.Melihat banyaknya dampak negatif dari penggunaan insektisida
kimia, memunculkan penelitian-penelitian baru dalam pengendalian vektor nyamuk
demam berdarah (DBD) yang lebih aman, sederhana dan berwawasan lingkungan.
Pengendalian
menggunakan pestisida nabati (biopestisida) merupakan salah satu alternatif
karena berbahan dasar tumbuhan yang mengandung senyawa kimia atau senyawa
bioaktif yang bersifat toksik terhadap serangga, mudah terurai dialam
(biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, selain itu pestisida
nabati diketahui bersifat selektif. Hingga saat ini
telah banyak penelitian mengenai senyawa bio-aktif yang berasal dari tumbuhan
sebagai pestisida alami nyamuk demam berdarah misalnya dari komponen kimia
tumbuhan seperti atsiri, alkaloid, saponin, dan kuinon (Mulyana, 2002).
Nyamuk
mengalami 4 (empat) tahap dalam siklus hidupnya yaitu : telur, larva, pupa dan
nyamuk dewasa. Saat dewasa nayamuk hidup dialam bebas sedangkan pada ketiga
siklus awal yaitu telur, larva dan pupa memerlukan air sebagai media
pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu cara efektif yang dapat ditempuh untuk
pengendalian nyamuk Aedes aegypti adalah
memutuskan daur hidupnya pada tahap larva sehingga tidak berkembang menjadi
nyamuk dewasa.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam paper ini
antara lain :
1. Apa saja jenis-jenis tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai pestisida nabati untuk menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vektor penyakit demam berdarah
?
2. Bagaimana pengaruh pestisida nabati
terhadap pertumbuhan larva nyamuk sebagai
vektor penyakit demam berdarah ?
3. Apa senyawa aktif tumbuhan yang yang
berpotensi menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vector penyakit demam
berdarah ?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan penulisan paper ini antara lain :
1.
Mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk menghambat pertumbuhan larva
nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah.
2.
Mengetahui pengaruh pestisida nabati
terhadap pertumbuhan larva nyamuk sebagai vektor penyakit demam berdarah
3.
Menegtahui senyawa aktif tumbuhan yang
berpotensi menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vector penyakit demam
berdarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Metabolit Sekunder
Metabolit
sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan
organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbedabeda antara spesies
yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit
sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit
sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini
juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada
fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri
dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi
hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan
organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu:
o
Terpenoid (Sebagian besar
senyawa terpenoid mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur
metabolisme asam mevalonat.) Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena,
triterpena, dan polimer terpena.
o
Fenolik (Senyawa ini terbuat
dari gula sederhana dan memiliki cincinbenzena, hidrogen, dan oksigen dalam
struktur kimianya.) Contohnya asamfenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan
tanin.
o
Senyawa yang mengandung
nitrogen. Contohnya alkaloid dan glukosinolat.
Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan
senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk
hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder
(seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang membuat tanaman lain tidak dapat
tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai alelopati. Berbagai senyawa
metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model untuk membuat obat
baru, contohnya adalah aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang
secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu. Manfaat lain dari metabolit
sekunder adalah sebagai pestisida dan insektisida, contohnya adalah rotenon dan
rotenoid. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam
memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik
alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatil.
2.2.
Pestisida Nabati
Pestisida Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan atau pestisida yang bahan aktifnya bersumber dari bagian tubuh
tumbuhan seperti akar, batang, daun, bunga atau buah. Bahan kimia yang
terkandung didalam tumbuhan memiliki bioaktivitas terhadap hama atau organisme
pengganggu seperti bahan penolak atau repellent, penghambat makan atau
antifeedent, penghambat perkembangan serangga atau insect growth regulator dan
penghambat peneluran atau oviposition deterrent. Pestisida nabati sudah
digunakan pada 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancistelah
menggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik padatanaman
buah persik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk mengendalikan
kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan,
harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia
(Sudarmo,2005).
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai
alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan
kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai
alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya
akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit
sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia
pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al., 1984 dalam Sastrosiswojo
(2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung pestisida nabati yang
dapat digunakan untuk pengendalian hama.
Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil
pestisida nabati, dan diperkirakan ada sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk
ke dalam 235 famili (Kardinan, 1999). Menurut Morallo-Rijesus (1986) dalam Sastrosiswojo
(2002), jenis tanaman dari famili Asteraceae, Fabaceae dan Euphorbiaceae,
dilaporkan paling banyak mengandung senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pestisida nabati.
Bahan dari tumbuhan biasanya diolah
menjadi berbagai bentuk, seperti menjadi tepung, ekstrak ataupun resin. Proses
pengolahannya dilakukan dengan cara mengabil cairan metabolit
sekunder dari bagian tumbuhan atau bisa juga
dengan cara dibakar untuk diambil abunya.
Beberapa keuntungan/kelebihan penggunaan pestisida nabati secara
khusus dibandingkan dengan pestisida konvensional (Gerrits dan Van Latum, 1988)
dalam Sastrosiswojo, 2002) adalah sebagai berikut :
1.
Mudah terurai di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan serta relatif aman bagi organisme lain karena
residunya mudah hilang.
2.
Penggunaannya dalam jumlah
(dosis) yang kecil atau rendah.
3. Mudah diperoleh di alam, contohnya di Indonesia sangat banyak
jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati.
4. Cara pembuatannya relatif mudah dan secara sosial-ekonomi
penggunaannya menguntungkan bagi petani kecil di negara-negara berkembang.
Menurut Kardinan (2002), karena terbuat dari bahan alami/nabati
maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residsunya singkat
sekali. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila diaplikasikan
akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat
menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman
aman untuk dikonsumsi dan lingkungan tidak tercemar. Sudarmo (2005) menyatakan
bahwa pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit
melalui cara kerjayang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau
secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu :
1.
Merusak perkembangan telur,
larva, dan pupa
2.
Menghambat pergantian kulit
3.
Menganggu komunikasi
serangga
4.
Menyebabkan serangga menolak
makan
5.
Menghambat reproduksi
serangga betina
6.
Mengurangi nafsu makan
7.
Memblokir kemampuan makan serangga
8.
Mengusir serangga
(Repellent)
9.
Menghambat perkembangan
patogen penyakit
2.3 Beberapa hasil penelitian yang menggunakan
ekstrak bagian-bagian tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
1.
Biokontrol larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan limbah biji
karika ( Vasconcellea pubescens) oleh
Supono dkk, 2015.
Karika adalah tanaman buah
endemik dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Pemanfaatan buah karika saat ini
masih sebatas daging buah sedangkan bagian lain seperti daun dan biji belum
dimanfaatkan.
Penelitian ini menggunakan
limbah biji karika (Vasconcellea
pubescens)yang dikeringkan dan diblender hingga menjadi serbuk, kemudian
diekstraksi dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana,
etil asetat dan etanol 70% dan dengan metode Rancangan Acak Lengkap
mengggunakan 7 perlakuan konsentrasi yaitu: 0, 50,75, 100, 125, 150, 175, dan
200 ppm. Masing-masing di uji pada larva
nyamuk Aedes aegypti instar III (
umur 7-10 hari).
Hasil penelitian menunjukan
bahwa ekstrak biji karika dapat menyebabkan kematian pada larva nyamuk Aedes aegypti pada waktu pemaparan 24
dan 48 jam. Di duga bahwa kematian larva nyamuk dikarenakan senyawa terpenoid
dalam ekstrak biji karika ( Vasconcellea
pubescens) yang bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas
fraksi n-heksana pada pemaparan 24 jam adalah 148,30 ppm sedangkan pada
pemaparan 48 jam adalah 103,99 ppm. Berdasarka hasil penelitian, ekstrak biji
karika ( Vasconcellea pubescens) dapat
dijadikan biokontrol untuk menekan populasi larva nyamuk Aedes aegypti.
2.
Efektivitas biolarvasida
minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) terhadap
larva instar III nyamuk Aedes
aegypti. Oleh : Malvin Abidatun Istianah
dkk, 2013.
Jeruk purut ( Citrus hystrix) merupakan salah satu anggota suku
jeruk-jerukan, Rutacea, dari jenis Citrus. Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan
berbau sedap, bentuknya bulat dengan ujung tumpul dan bertangkai. Daun jeruk
purut mengandung Tanin 1,8%, Steroid triterpeniod dan minyak atsiri 1,5%.
Minyak atsiri daun jeruk purut mengandung komponen utama antara lain sitronelal
81,49%, sitronelol 8,22%, linalool 3,69% dan geraniol 0,31%.
Penelitian ini menggunakan
minyak atsiri daun jeruk purut yang dicampur dengan aquades dan etanol 70%
dengan 5 konsentrasi yaitu : 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm dan 1000ppm yang
di uji pada larva instar III selama 60 menit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa minyak atsiri daun jeruk purut
memiliki potensi sebagai biolarvasida terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti. jumlah larva yang mati setelah terpapar minyak
daun jeruk purut menunjukan hasil yang meningkat seiring dengan kenaikan
konsentrasi minyak daun jeruk purut yang diberikan. Hasil analisis menggunakan
uji probit menunjukan bahwa LC50 diperoleh pada konsentrasi minyak daun jeruk
purut sebesar 279,882 ppm.
Senyawa sitronelal diketahui
sebagai racun kontak, yang bila dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kematian akibat kehilangan cairan. Senyawa linalool juga diketahui sebagai
racun kontak yang menghambat aktifitas saraf sensorik pada larva yang pada
konsentrasi tertentu dapat menyebabkan kejang dan kelumpuhan, sedangkan
geraniol bersifat sebagai raun lambung yang menyebabkan keracunan. Dengan
demikian minyak atsiri daun jeruk purut memiliki efektivitas sebagai
biolarvasida terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti.
3.
Toksisitas biolarvasida
ekstrak tembakau dibandingkan dengan ekstrak daun zodia terhadap jentik vektor
demam berdarah dengue ( Aedes aegypti). Oleh:
Lulus Susanti dan Hasan Boesri, 2012.
Penelitian ini menggunakan
ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia denga 6 konsentrasi berbeda yaitu
: 1,56%, 3,75%, 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% dengan lama waktu pengujian 24 jam.
Pada semua konsentrasi
ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia diketahui mempu memberikan efek
mortalitas terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti namun dengan waktu yang berbeda. Pada ekstrak daun tembakau,
konsentrasi 1,56% mortalitas larva adalah 100% dalam 24 jam, sedangkan pada
konsentrasi tinggi yaitu 50% mortalitas larva 100% hanya setelah 2 jam. Pada
ekstrak daun zodia, konsentrasi 1,56% memberikan efek mortalitas terhadap larva
100% dalam 24 jam sedangkan pada konsentrasi 50%, mortalitas larva 100% terjadi
hanya pada 15 menit setelah parlakuan.
Ekstrak daun tembakau
mengandung nikotin yang merupakan racun saraf yang bereaksi cepat. Pada uji
probit, didapatkan LC50 adalah sebesar 3,803% sedangkan LC90 sebesar 6,174%.
Ekstrak daun zodia mengandung zat aktif evodiamine dan ruthacarpine yang di
duga mempuyai efek mortalitas terhadap larva nyamuk. Berdasarka uji probit,
didapatkan LC50 adalah 1,064% sedangkan LC90 adalah 1,895%.
Berdasarkan hasil penelitian,
ekstrak daun zodia memiliki kemempuan toksik yang lebih dibandingkan ektrak
daun tembakau. Namun demikian ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia
berpotensi untuk digunakan sebagai biolarvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
4.
Potensi getah buah papaya (Carica papaya L) terhadap mortalitas
larva nyamuk Aedes albopictus. Oleh :
Sri Wulandari dkk, 2012.
Papaya (Carica papaya L) merupakan salah satu tanaman dari family Caricaceae yang sudah dikenal oleh
masyarakat sebagai tanaman obat. Getah buah papaya mengandung enzim yang dapat
menghancurkan protein. Penelitian ini menggunakan getah buah papaya muda yang
berumur 2,5-3 bulan dan pengambilan getah dilakukan pada pagi hari. Getah buah
papaya yang diperoleh kemudian diencerkan dengan aquades menjadi 4 konsentrasi
yaitu: 8 ppm, 12 ppm, 18 ppm, dan 27 ppm, yang diuji pada larva nyamuk Aedes albopictus instar IV.
Hasil penelitian menunjukan
bahwa getah buah papaya dapat menyebabkan kematian larva nyamuk mulai dari
konsentrasi rendah yaitu 8 ppm hingga konsentrasi tertinggi 27 ppm. Mortalitas
larva nyamuk A. albopictus diduga disebabkan
oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam getah buah papaya berupa
alkaloid dan enzim-enzim pemecah protein (proteolitik) yaitu papain dan
kimopapain yang masuk ke tubuh larva melalui pori-pori kulit, saluran
pencernaan dan siphon. Enzim proteoitik menyebabkan rusaknya sel-sel kulit
larva sehingga larva kehilangan impermeabilitas membran sel larva. Senyawa
alkaloid pada getah buah papaya diduga mempengaruhi kerja dari sistem larva
yaitu dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang berfungsi
menghidrolisis saraf asetilkolin yang berperan dalam menghantar impuls saraf.
Dengan demikian getah buah papaya bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes albopictus sehingga getah buah
papaya berpotensi untuk digunakan sebagai pestisida nabati terutama untuk
pengendalian larva nyamuk Aedes
albopictus.
5.
Ekstrak kayu jati (Tectona grandis L)sebagai biolarvasida
jentik nyamuk demam berdarah ( Aedes
aegypti). Oleh: Dwi Rama Nugraha, 2011.
Penelitian ini menggunakan
ekstrak kayu jati yang diekstraksi dengan metoda sokhletasi dan pemisahan
ekstrak dari pelarut. Ekstrak yang diperoleh dibuat dalam 7 konsentrasi berbeda
yaitu: 1%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% dan 15% yang kemudian diuji pada larva
yamuk Aedes aegypti dan dievaluasi selama 24 jam.
Hasil penelitian menunjukan
bahwa ekstrak kayu jati yang menyebabkan kematian larva nyamuk adalah pada
konsentrasi 5% dan terus meningkat dengan semakin tinggi konsentrasi. Pada
konsentrasi dibawah 5% ekstrak kayu jati belum efektif menyebabkan kematian
pada larva. Mortalitas larva nyamuk Aedes
aegypti diduga disebabkan oleh aktivitas
dari senyawa aktif pada ekstrak kayu jati yaitu 2-metil anthraquinone
yang merupakan salah satu jenis kuinon yang bersifat toksik terhadap larva
nyamuk dan berdasarkan analisis probit, diperoleh nilai LC50 dan LC90 ekstrak
jati terhadap larva nyamuk Aedes aegypti adalah
9,69% dan 12,68%. Dengan demikian ekstrak kayu jati dapat dijadikan sebagai larvasida alami untuk
pengendali nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah.
6.
Aktivitas larvasida ekstrak
buah pare (Momordica charantia L) terhadap
larva nyamuk Aedes aegypti. Oleh:
Susilawati dan Hermansyah, 2015.
Penelitian menggunakan 500gr
serbuk kering buah pare yang dimaserasi dengan 1000 ml methanol selama 24 jam
sambil diaduk secara berkala dan disaring. Ampas sisa dimaserasi lagi sebanyak 3
(tiga) kali supaya semua zat-zat yang terkandung dalam buah pare terekstrak, semua
filtrate dievaporasi dengan suhu 60’C sehingga mendapatkan ekstrak buah pare.
Selanjutnya dibuat dalam 5 (lima) konsentrasi yaitu: 0,125 mg/ml, 0,25 mg/ml,
0,5 mg/ml, 1 mg/ml dan 2 mg/ml, kemudian diuji pada larva nyamuk Aedes aegypti selama 48 jam.
Hasil penelitian menunjukan
bahwa kematian larva uji bertambah seiring dengan bertambahnya konsentrasi dan
waktu. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan semakin lma
waktu maka semakin tinggi juga kematian larva uji. Senyawa bioaktif yang
terkandung dalam buah pare antara lain: momordicolide, momordicophenoide,
senyawa lainnya mengandung glikosida triterpen jenis cucurbitane, triterpenoid
jenis oleanane. Dengan demikian ekstrak buah pare dapat digunakan sebagai
larvasida nabati dalam pengendalian vector penyakit deam berdarah yaitu larva
nyamuk Aedes aegypti.
Hasil-hasil penelitian diatas menunjukan bahwa ekstrak beberapa
tumbuhan dapat memberikan dampak negatif
pada pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk terutama nyamuk sebagai vector
penyakit demam berdarah yakni larva nyamuk Aedes
aegepty dan Aedes albopictus. Hal ini dikarenakan umumnya tumbuhan memiliki
senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap larva atau organisme
lainnya. Oleh sebab itu tumbuhan dapat menjadi salah satu alternative untuk
dijadikan sebagai pestisida dalam mengendalikan hama atau organisme pengganggu.
Dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang sangat tinggi menunjukan
bahwa semakin banyak pula tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai
pestisida nabati dengan kandungan metabolit sekunder berupa senyawa-senyawa
kimia seperti: minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, steroid dan
lain sebagainya. Untuk itu sebagai langkah untuk mengurangi penggunaan
pestisida kimia maka perlu untuk terus dilakukan penelitian mengenai
senyawa-senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai
pestisida nabati dalam rangka pengendalian hama atau organisme pengganggu.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang ada, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati
untuk menghambat pertumbuhan larva nyamuk Aedes
aegypti adalah Karika, Jeruk purut, Tembakau, Zodia, Pepaya, Jati dan Pare.
2. Pengaruh pestisida nabati terhadap pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti yaitu bersifat toksik yang
dapat menyebabkan kematian, menghambat aktivitas saraf sensorik, menyebabkan
kejang dan kelumpuhan, memecah protein membran sel, dan menghambat kerja enzim.
3. Jenis-jenis metabolit sekunder yang berpotensi menghambat
pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti antara
lain: sitronelal, sitronelol, linalool, geraniol, nikotin, evidiamine,
ruthacartine, papain, kimopapain, dan kuinon.
3.2 Saran
Perlu adanya penelitian lanjut mengenenai jenis-jenis tumbuhan
yang berpotensi sebagai pestisida nabati
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai metabolit sekunder yang
berpotensi mematikan hama atau organisme
pengganggu.
Daftar
Pustaka
Asmaliyah dkk, 2010. Pengenalan
Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatan Secara Tradisional. Kementerian
Kehutanan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktivias Hutan.
Istianah, M A dkk, 2013. Efektivitas
Biolarvasida Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) Terhadap Larva Instar III
Nyamuk Aedes aegypti. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. Fakultas
Kedokteran Universitas Negeri Jember.
Kardinan. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta.
Penebar swadaya
Nurgaha, D Rama, 2011. Ekstrak
Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) Sebagai Biolarvasida Jentik Nyamuk Demam
Berdarah (Aedes aegypti). (Skripsi). Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Sastrosiswojo, 2002. Pengendalian
Hama Di Indonesia Masa Mendatang. Yogyakarta: UGM
Supono dkk, 2015. Biokontrol
larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan
limbah biji karika (Vasconcellea
pubescens). Prosiding
Seminar Nasional Biodiversitas Indonesia I (5): 1127-1131.
Susanti, Lulus dan Boesri, Hasan. 2012. Toksisitas Biolarvasida Ekstrak Tembakau Dibandingkan Dengan Ekstrak
Zodia Terhadap Jentik Vektor Demam Berdarah Dengue ( Aedes aegypti). Salatiga
: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Resrvoir Penyakit
Salatiga.
Susilawati dan Hermansyah, 2015. Aktivitas Larvasida Ekstrak Metanol Buah Pare (Momordica charantia)
Terhadap Larva Aedes aegypti. Palembang: Univ. Sriwijaya
Wulandari, Sri dkk, 2012. Potensi
Getah Buah Pepaya (Carica papaya, L) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes
aegypti. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau, Pekanbaru.