Minggu, 09 April 2017

Biolarvasida

MAKALAH
Fisiologi Tumbuhan Lanjut


Pemanfaatan Metabolit Sekunder Sebagai Pestisida Nabati Terhadap Larva Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah.










Dicky Frengky Hanas
1592261014




PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOLOGI
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan penyakit virulogis berbahaya karena dapat menimbulkan pendarahan shock yang dapat menyebabkan kematian pada penderitanya. Virus penyakit demam berdarah (DBD) dibantu penyebarannya oleh vector yaitu nyamuk. Ada beberapa jenis nyamuk yang diketahiu menjai vektor penyakit demam berdarah (DBD) seperti : Aedes aegypti, A. albopictus, A. aobae, A.cooki, A. halanssoni, A. polynesiensis, A. pseudoscutellaris dan A. rotumae, namun untuk daerah Asia Tenggara dan Pasifik vektor utama penyebaran penyakit demam berdarah (DBD) adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Dalam rangka menekan jumlah penderita demam berdarah (DBD), berbagai upaya telah dilakukan untuk memutuskan mata rantai penyebaran nyamuk Aedes aegypti sebagai vector pembawa virus penyakit demam berdarah diantaranya pengendalian lingkungan dan pengendalian kimia. Pengendalian lingkungan yaitu dengan menguburkan barang-barang bekas yang dapat menampung air, menguras tempat penampungan air dan menutup rapat tempat penampungan air sedangkan pengendalian kimia yaitu dengan menggunakan insektisida kimia.
Penggunaan insektisida kimia memang memberikan hasil yang efektif dan optimal, namun diketahui banyak memberikan dampak negative yang ditimbulkan, baik terhadap organisme lain maupun lingkungan sekitar. Menurut WHO kurang lebih 20.000 meninggal setiap tahun diakibatkan keracunan pestisida kimia, selain itu juga berdampak fatal seperti pemicu kanker, cacat tubuh bahkan kemandulan. Dampak lain diantaranya adalah kematian musuh alami dari oerganisme pengganggu, kematian organisme menguntungkan yang berakibat pada terganggunga kualitas dan kesetimbangan lingkungan hidup.Melihat banyaknya dampak negatif dari penggunaan insektisida kimia, memunculkan penelitian-penelitian baru dalam pengendalian vektor nyamuk demam berdarah (DBD) yang lebih aman, sederhana dan berwawasan lingkungan.
Pengendalian menggunakan pestisida nabati (biopestisida) merupakan salah satu alternatif karena berbahan dasar tumbuhan yang mengandung senyawa kimia atau senyawa bioaktif yang bersifat toksik terhadap serangga, mudah terurai dialam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, selain itu pestisida nabati diketahui bersifat selektif. Hingga saat ini telah banyak penelitian mengenai senyawa bio-aktif yang berasal dari tumbuhan sebagai pestisida alami nyamuk demam berdarah misalnya dari komponen kimia tumbuhan seperti atsiri, alkaloid, saponin, dan kuinon (Mulyana, 2002).
Nyamuk mengalami 4 (empat) tahap dalam siklus hidupnya yaitu : telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Saat dewasa nayamuk hidup dialam bebas sedangkan pada ketiga siklus awal yaitu telur, larva dan pupa memerlukan air sebagai media pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu cara efektif yang dapat ditempuh untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti adalah memutuskan daur hidupnya pada tahap larva sehingga tidak berkembang menjadi nyamuk dewasa.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam paper ini antara lain :
1. Apa saja jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vektor penyakit demam berdarah ?
2.   Bagaimana pengaruh pestisida nabati terhadap pertumbuhan larva nyamuk sebagai vektor penyakit demam berdarah ?
3.  Apa senyawa aktif tumbuhan yang yang berpotensi menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah ?
1.3  Tujuan
Adapun tujuan penulisan paper ini antara lain :
1.      Mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah.
2.      Mengetahui pengaruh pestisida nabati terhadap pertumbuhan larva nyamuk sebagai vektor penyakit demam berdarah
3.      Menegtahui senyawa aktif tumbuhan yang berpotensi menghambat pertumbuhan larva nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbedabeda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal.  Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu:
o   Terpenoid (Sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat.) Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena, dan polimer terpena.
o   Fenolik (Senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincinbenzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur kimianya.) Contohnya asamfenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin.
o   Senyawa yang mengandung nitrogen. Contohnya alkaloid dan glukosinolat. 

Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai alelopati. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model untuk membuat obat baru, contohnya adalah aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu. Manfaat lain dari metabolit sekunder adalah sebagai pestisida dan insektisida, contohnya adalah rotenon dan rotenoid. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatil. 

2.2. Pestisida Nabati
Pestisida Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan atau pestisida yang bahan aktifnya bersumber dari bagian tubuh tumbuhan seperti akar, batang, daun, bunga atau buah. Bahan kimia yang terkandung didalam tumbuhan memiliki bioaktivitas terhadap hama atau organisme pengganggu seperti bahan penolak atau repellent, penghambat makan atau antifeedent, penghambat perkembangan serangga atau insect growth regulator dan penghambat peneluran atau oviposition deterrent. Pestisida nabati sudah digunakan pada 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancistelah menggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik padatanaman buah persik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo,2005).
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al., 1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama.
Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan ada sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili (Kardinan, 1999). Menurut Morallo-Rijesus (1986) dalam Sastrosiswojo (2002), jenis tanaman dari famili Asteraceae, Fabaceae dan Euphorbiaceae, dilaporkan paling banyak mengandung senyawa aktif  yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati.
Bahan dari tumbuhan biasanya diolah menjadi berbagai bentuk, seperti menjadi tepung, ekstrak ataupun resin. Proses pengolahannya dilakukan dengan cara mengabil cairan  metabolit  sekunder  dari  bagian  tumbuhan  atau  bisa juga dengan cara dibakar untuk diambil abunya.
Beberapa keuntungan/kelebihan penggunaan pestisida nabati secara khusus dibandingkan dengan pestisida konvensional (Gerrits dan Van Latum, 1988) dalam Sastrosiswojo, 2002) adalah sebagai berikut :
1.      Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta relatif aman bagi organisme lain karena residunya mudah hilang.
2.      Penggunaannya dalam jumlah (dosis) yang kecil atau rendah.
3.      Mudah diperoleh di alam, contohnya di Indonesia sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati.
4.    Cara pembuatannya relatif mudah dan secara sosial-ekonomi penggunaannya menguntungkan bagi petani kecil di negara-negara berkembang.
Menurut Kardinan (2002), karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residsunya singkat sekali. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi dan lingkungan tidak tercemar. Sudarmo (2005) menyatakan bahwa pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerjayang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu :
1.      Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
2.      Menghambat pergantian kulit
3.      Menganggu komunikasi serangga
4.      Menyebabkan serangga menolak makan
5.      Menghambat reproduksi serangga betina
6.      Mengurangi nafsu makan
7.      Memblokir kemampuan makan serangga
8.      Mengusir serangga (Repellent)
9.      Menghambat perkembangan patogen penyakit


2.3  Beberapa hasil penelitian yang menggunakan ekstrak bagian-bagian tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
1.      Biokontrol larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan limbah biji karika ( Vasconcellea pubescens) oleh Supono dkk, 2015.
Karika adalah tanaman buah endemik dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Pemanfaatan buah karika saat ini masih sebatas daging buah sedangkan bagian lain seperti daun dan biji belum dimanfaatkan.
Penelitian ini menggunakan limbah biji karika (Vasconcellea pubescens)yang dikeringkan dan diblender hingga menjadi serbuk, kemudian diekstraksi dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol 70% dan dengan metode Rancangan Acak Lengkap mengggunakan 7 perlakuan konsentrasi yaitu: 0, 50,75, 100, 125, 150, 175, dan 200  ppm. Masing-masing di uji pada larva nyamuk Aedes aegypti instar III ( umur 7-10 hari).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak biji karika dapat menyebabkan kematian pada larva nyamuk Aedes aegypti pada waktu pemaparan 24 dan 48 jam. Di duga bahwa kematian larva nyamuk dikarenakan senyawa terpenoid dalam ekstrak biji karika ( Vasconcellea pubescens) yang bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas fraksi n-heksana pada pemaparan 24 jam adalah 148,30 ppm sedangkan pada pemaparan 48 jam adalah 103,99 ppm. Berdasarka hasil penelitian, ekstrak biji karika ( Vasconcellea pubescens) dapat dijadikan biokontrol untuk menekan populasi larva nyamuk Aedes aegypti.

2.      Efektivitas biolarvasida minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti.  Oleh : Malvin Abidatun Istianah dkk, 2013.
Jeruk purut ( Citrus hystrix)  merupakan salah satu anggota suku jeruk-jerukan, Rutacea, dari jenis Citrus.  Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap, bentuknya bulat dengan ujung tumpul dan bertangkai. Daun jeruk purut mengandung Tanin 1,8%, Steroid triterpeniod dan minyak atsiri 1,5%. Minyak atsiri daun jeruk purut mengandung komponen utama antara lain sitronelal 81,49%, sitronelol 8,22%, linalool 3,69% dan geraniol 0,31%.
Penelitian ini menggunakan minyak atsiri daun jeruk purut yang dicampur dengan aquades dan etanol 70% dengan 5 konsentrasi yaitu : 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm dan 1000ppm yang di uji pada larva instar III selama 60 menit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa minyak atsiri daun jeruk purut memiliki potensi sebagai biolarvasida terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti.  jumlah larva yang mati setelah terpapar minyak daun jeruk purut menunjukan hasil yang meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi minyak daun jeruk purut yang diberikan. Hasil analisis menggunakan uji probit menunjukan bahwa LC50 diperoleh pada konsentrasi minyak daun jeruk purut sebesar 279,882 ppm.
Senyawa sitronelal diketahui sebagai racun kontak, yang bila dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian akibat kehilangan cairan. Senyawa linalool juga diketahui sebagai racun kontak yang menghambat aktifitas saraf sensorik pada larva yang pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan kejang dan kelumpuhan, sedangkan geraniol bersifat sebagai raun lambung yang menyebabkan keracunan. Dengan demikian minyak atsiri daun jeruk purut memiliki efektivitas sebagai biolarvasida terhadap larva instar III nyamuk  Aedes aegypti.

3.      Toksisitas biolarvasida ekstrak tembakau dibandingkan dengan ekstrak daun zodia terhadap jentik vektor demam berdarah dengue ( Aedes aegypti). Oleh: Lulus Susanti dan Hasan Boesri, 2012.
Penelitian ini menggunakan ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia denga 6 konsentrasi berbeda yaitu : 1,56%, 3,75%, 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% dengan lama waktu pengujian 24 jam.
Pada semua konsentrasi ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia diketahui mempu memberikan efek mortalitas terhadap larva nyamuk Aedes aegypti namun dengan waktu yang berbeda. Pada ekstrak daun tembakau, konsentrasi 1,56% mortalitas larva adalah 100% dalam 24 jam, sedangkan pada konsentrasi tinggi yaitu 50% mortalitas larva 100% hanya setelah 2 jam. Pada ekstrak daun zodia, konsentrasi 1,56% memberikan efek mortalitas terhadap larva 100% dalam 24 jam sedangkan pada konsentrasi 50%, mortalitas larva 100% terjadi hanya pada 15 menit setelah parlakuan.
Ekstrak daun tembakau mengandung nikotin yang merupakan racun saraf yang bereaksi cepat. Pada uji probit, didapatkan LC50 adalah sebesar 3,803% sedangkan LC90 sebesar 6,174%. Ekstrak daun zodia mengandung zat aktif evodiamine dan ruthacarpine yang di duga mempuyai efek mortalitas terhadap larva nyamuk. Berdasarka uji probit, didapatkan LC50 adalah 1,064% sedangkan LC90 adalah 1,895%.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak daun zodia memiliki kemempuan toksik yang lebih dibandingkan ektrak daun tembakau. Namun demikian ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia berpotensi untuk digunakan sebagai biolarvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.

4.      Potensi getah buah papaya (Carica papaya L) terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes albopictus. Oleh : Sri Wulandari dkk, 2012.
Papaya (Carica papaya L) merupakan salah satu tanaman dari family Caricaceae yang sudah dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat. Getah buah papaya mengandung enzim yang dapat menghancurkan protein. Penelitian ini menggunakan getah buah papaya muda yang berumur 2,5-3 bulan dan pengambilan getah dilakukan pada pagi hari. Getah buah papaya yang diperoleh kemudian diencerkan dengan aquades menjadi 4 konsentrasi yaitu: 8 ppm, 12 ppm, 18 ppm, dan 27 ppm, yang diuji pada larva nyamuk Aedes albopictus instar IV.
Hasil penelitian menunjukan bahwa getah buah papaya dapat menyebabkan kematian larva nyamuk mulai dari konsentrasi rendah yaitu 8 ppm hingga konsentrasi tertinggi 27 ppm. Mortalitas larva nyamuk A. albopictus diduga disebabkan oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam getah buah papaya berupa alkaloid dan enzim-enzim pemecah protein (proteolitik) yaitu papain dan kimopapain yang masuk ke tubuh larva melalui pori-pori kulit, saluran pencernaan dan siphon. Enzim proteoitik menyebabkan rusaknya sel-sel kulit larva sehingga larva kehilangan impermeabilitas membran sel larva. Senyawa alkaloid pada getah buah papaya diduga mempengaruhi kerja dari sistem larva yaitu dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang berfungsi menghidrolisis saraf asetilkolin yang berperan dalam menghantar impuls saraf. Dengan demikian getah buah papaya bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes albopictus sehingga getah buah papaya berpotensi untuk digunakan sebagai pestisida nabati terutama untuk pengendalian larva nyamuk Aedes albopictus.


5.      Ekstrak kayu jati (Tectona grandis L)sebagai biolarvasida jentik nyamuk demam berdarah ( Aedes aegypti). Oleh: Dwi Rama Nugraha, 2011.
Penelitian ini menggunakan ekstrak kayu jati yang diekstraksi dengan metoda sokhletasi dan pemisahan ekstrak dari pelarut. Ekstrak yang diperoleh dibuat dalam 7 konsentrasi berbeda yaitu: 1%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% dan 15% yang kemudian diuji pada larva yamuk Aedes aegypti  dan dievaluasi selama 24 jam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak kayu jati yang menyebabkan kematian larva nyamuk adalah pada konsentrasi 5% dan terus meningkat dengan semakin tinggi konsentrasi. Pada konsentrasi dibawah 5% ekstrak kayu jati belum efektif menyebabkan kematian pada larva. Mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti diduga disebabkan oleh aktivitas  dari senyawa aktif pada ekstrak kayu jati yaitu 2-metil anthraquinone yang merupakan salah satu jenis kuinon yang bersifat toksik terhadap larva nyamuk dan berdasarkan analisis probit, diperoleh nilai LC50 dan LC90 ekstrak jati terhadap larva nyamuk Aedes aegypti adalah 9,69% dan 12,68%. Dengan demikian ekstrak kayu jati dapat  dijadikan sebagai larvasida alami untuk pengendali nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah.

6.      Aktivitas larvasida ekstrak buah pare (Momordica charantia L) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Oleh: Susilawati dan Hermansyah, 2015.
Penelitian menggunakan 500gr serbuk kering buah pare yang dimaserasi dengan 1000 ml methanol selama 24 jam sambil diaduk secara berkala dan disaring. Ampas sisa dimaserasi lagi sebanyak 3 (tiga) kali supaya semua zat-zat yang terkandung dalam buah pare terekstrak, semua filtrate dievaporasi dengan suhu 60’C sehingga mendapatkan ekstrak buah pare. Selanjutnya dibuat dalam 5 (lima) konsentrasi yaitu: 0,125 mg/ml, 0,25 mg/ml, 0,5 mg/ml, 1 mg/ml dan 2 mg/ml, kemudian diuji pada larva nyamuk Aedes aegypti selama 48 jam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kematian larva uji bertambah seiring dengan bertambahnya konsentrasi dan waktu. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan semakin lma waktu maka semakin tinggi juga kematian larva uji. Senyawa bioaktif yang terkandung dalam buah pare antara lain: momordicolide, momordicophenoide, senyawa lainnya mengandung glikosida triterpen jenis cucurbitane, triterpenoid jenis oleanane. Dengan demikian ekstrak buah pare dapat digunakan sebagai larvasida nabati dalam pengendalian vector penyakit deam berdarah yaitu larva nyamuk Aedes aegypti.

Hasil-hasil penelitian diatas menunjukan bahwa ekstrak beberapa tumbuhan dapat memberikan  dampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk terutama nyamuk sebagai vector penyakit demam berdarah yakni larva nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus.  Hal ini dikarenakan umumnya tumbuhan memiliki senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap larva atau organisme lainnya. Oleh sebab itu tumbuhan dapat menjadi salah satu alternative untuk dijadikan sebagai pestisida dalam mengendalikan hama atau organisme pengganggu.
Dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang sangat tinggi menunjukan bahwa semakin banyak pula tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dengan kandungan metabolit sekunder berupa senyawa-senyawa kimia seperti: minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, steroid dan lain sebagainya. Untuk itu sebagai langkah untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia maka perlu untuk terus dilakukan penelitian mengenai senyawa-senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati dalam rangka pengendalian hama atau organisme pengganggu.







  



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang ada, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk menghambat pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti adalah Karika, Jeruk purut, Tembakau, Zodia, Pepaya, Jati dan Pare.
2.    Pengaruh pestisida nabati terhadap pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti yaitu bersifat toksik yang dapat menyebabkan kematian, menghambat aktivitas saraf sensorik, menyebabkan kejang dan kelumpuhan, memecah protein membran sel, dan menghambat kerja enzim.
3.    Jenis-jenis metabolit sekunder yang berpotensi menghambat pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti antara lain: sitronelal, sitronelol, linalool, geraniol, nikotin, evidiamine, ruthacartine, papain, kimopapain, dan kuinon. 
3.2  Saran
Perlu adanya penelitian lanjut mengenenai jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai metabolit sekunder yang berpotensi mematikan  hama atau organisme pengganggu.














Daftar Pustaka


Asmaliyah dkk, 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatan Secara Tradisional. Kementerian Kehutanan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktivias Hutan.
Istianah, M A dkk, 2013. Efektivitas Biolarvasida Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Jember.
Kardinan. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta. Penebar swadaya
Nurgaha, D Rama, 2011. Ekstrak Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) Sebagai Biolarvasida Jentik Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti). (Skripsi). Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sastrosiswojo, 2002. Pengendalian Hama Di Indonesia Masa Mendatang. Yogyakarta: UGM
Supono dkk, 2015.  Biokontrol larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan limbah biji karika (Vasconcellea pubescens). Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Indonesia I (5): 1127-1131.
Susanti, Lulus dan Boesri, Hasan. 2012. Toksisitas Biolarvasida Ekstrak Tembakau Dibandingkan Dengan Ekstrak Zodia Terhadap Jentik Vektor Demam Berdarah Dengue ( Aedes aegypti). Salatiga : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Resrvoir Penyakit Salatiga.
Susilawati dan Hermansyah, 2015. Aktivitas Larvasida Ekstrak Metanol Buah Pare (Momordica charantia) Terhadap Larva Aedes aegypti. Palembang: Univ. Sriwijaya
Wulandari, Sri dkk, 2012. Potensi Getah Buah Pepaya (Carica papaya, L) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau, Pekanbaru.



                                                                                  




Biolarvasida

MAKALAH Fisiologi Tumbuhan Lanjut Pemanfaatan Metabolit Sekunder Sebagai Pestisida Nabati Terhadap Larva Nyamuk Sebagai Vektor Pen...